Korupsi KBRI di Singapura

Terdakwa Minta Duta Besar RI di AS Diusut

VIVAnews - Mantan Duta Besar Singapura Muhammad Slamet Hidayat meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga memproses tiga pejabat Departemen Luar Negeri. Mereka diduga juga ikut berperan dalam proyek renovasi di Kedutaan Besar RI Singapura.

"Perbuatan kami lakukan bersama-sama," kata Slamet Hidayat saat membacakan pembelaannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu, 26 November 2008.
 
Tiga pejabat yang dimaksud, lanjut Slamet, adalah mantan Sekretaris Jenderal Sudjadnan Parnohadiningrat, Tarni dan Eddy Hariyadi. Sudjadnan saat ini menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Amerika Serikat. Sementara Eddy, adalah mantan Direktur Jenderal Amerika dan Eropa.
 
Slamet adalah terdakwa dalam kasus dugaan korupsi renovasi di Kedutaan RI Singapura. Ia bersama Erizal, Kepala bagian Tata Usaha, dituntut Jaksa Penuntut Umum lima tahun penjara. Jaksa juga meminta mereka membayar uang denda Rp 250 juta subsider enam bulan penjara.
 
"Saya yakin perasaan bersalah akan terus menghantui pejabat KPK jika mengabaikan fakta-fakta yang ada," kata dia.
 
Selain itu, Slamet juga keberatan dengaan kerugian negara yang yang harus dia bayarkan. "Saya tidak tahu menahu dan tidak pernah terlibat dalam pembayaran apapun kepada kontraktor selama proses renovasi," kata dia. Jika uang tersebut dianggap sebagai kerugian negara karena belum diterima oleh kontraktor. "Sudah sepantasnya saya tidak dimintai pertanggung jawabnya. karena saya tidak pernah tahu," ia menjelaskan.
 
Ia menyesalkan bahwa penerima uang tetap berusaha untuk mengambil keuntungan dari situasi tersebut. Tarni, kata Slamet, telah mendapatkan pengembalian dari Sarijo Rp 50 juta dan Sukanto Rp 80 juta. Semetara Tanri hanya mengembalikan Rp 100 juta.
 
Pun ia menyatakan seharusnya dirinya tidak harus menutupi kekurangan setoran karena tidak semua orang menerima uang tersebut mengembalikan uang. Tapi, Slamet melanjutkan, dia juga harus menutupi kekurangan selisih nilai tukar yang terjadi. "Saya menutupi kekurangan kurs hingga Rp 150 juta," jelas dia.
 
Menurut Slamet, dia telah menggunakan uang pribadi guna menutupi kekurangan sebesar Rp 1,7 miliar. Slamet juga menyampaikan bahwa dia dituduh oleh Jaksa penuntut telah memperkaya diri. "Faktanya saya telah dimiskinkan diri dengan perbuatan tersebut," kata dia. Ia mengaku menerima US$ 280 ribu atau Rp 1,4 miliar. "Tapi saya harus mengembalikan Rp 3,1 miliar karena kekurangan Rp 1,7 miliar," jelas Slamet. "Apa ini bukan memiskinkan diri yang mulia".
 
Kasus yang melibatkan banyak petinggi Departemen Luar Negeri ini berawal dari rencana Slamet untuk merenovasi KBRI Singapura. Tepatnya pada 2003, ketika Kedutaan Indonesia berniat merenovasi kantor, wisma duta besar dan wakil duta besar, serta rumah dinas pejabat kedutaan. Kompleks bangunan di Chatsworth Road yang didirikan pada 1985 ini diberitakan sebagai tempat terkotor di Negeri Merlion itu.
 
Kedutaan mengajukan dana renovasi US$ 1.988 juta atau sekitar Rp 17 miliar. Permintaan anggaran ini kemudian diteruskan Sudjadan Parnohadiningrat, Sekertaris Jenderal Departemen Luar Negeri saat itu, ke Departemen Keuangan. Hampir seluruh permintaan disetujui Departemen Keuangan kucurkan uang Rp 16,4 miliar.
 
Renovasi kemudian dilaksanakan oleh Ben Soon Heng Enineering Enterprise, perusahaan milik Jhon Lee Ah Kuang, warga Singapura. Jhon sudah 10 tahun menjadi rekanan kedutaan RI. Ia adalah penyedua jasa kebersihan (cleaning service).
 
Pengerjaan renovasi berakhir pada november 2003. Jhon kemudian menagih pembayaran, yang dibayar pada 31 Desember 2003. Dalam lembar tagihan, Johan menulis jumlah 3,38 juta dolar Singapura dan dibayar kedutaan 3,284 juta dolar Singapura. Sisanya 96.164 dolar Singapura atau sekitar Rp 570 juta, dinyatakan sebagai utang kedutaan.
 
Fakta persidangan menyatakan uang yang diterima Jhon hanya 1,68 juta dilar Singapura. Itu pun dicicil 10 kali. Sisanya 1,697 juta dolar Singapura dikantongi pejabat kedutaan. Duit itu dibagikan ke beberapa orang.
 
Erizal selaku bendahara kedutaan mengaku telah memotong dana renovasi gedung sebesar 1,134 juta dolar Singapura. Atas arahan Duta Besar Mohammad Slamet Hidayat dibagikan ke lima orang. Antara lain, Sudjadnan Parnohadiningrat yang saat itu Sekertaris Jenderal Departemen Luar Negeri sebesar US$ 200 ribu. Duit itu diserahkan tunai saat Sujadnan berada di Singapura. Kejadiannya antara Maret dan April 2004. Atas perintah Sudjadnan uang sebesar US$ 15 ribu diserahkan ke istri Sujadnan, Nunung.
 
Selain itu menurut Jaksa, uang tersebut juga mengalir ke Arizal Efendi sebesar US$ 20 ribu dan Wiwiek Setyawati sebesar US$ 40 ribu. Wiwiek terakhir menjabat sebagai Direktur Hak Asasi Manusia di Departemen Luar Negeri.
 
Selain itu, duit dikucurkan kepada Slamet Hidayat sendiri sebesar S$ 280 ribu, Eddie Suryanto Harijadhi selaku wakil duta besar dan penanggungjawab tender renovasi sebesar S$ 190 ribu dan staf Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan Sutarni sebesar US$ 120 ribu. sisanya, S$ 120 ribu untuk Erizal sendiri.

5 Ide Ucapan Lebaran Berbahasa Inggris, Biar Kelihatan Lebih Keren
Ganjar Pranowo Shalat Idul Fitri di Sleman

Momen Ganjar Pranowo dan Keluarga Laksanakan Salat Idul Fitri di Sleman

Capres Ganjar Pranowo, melaksanakan Salat Idul Fitri 1445 H di Lapangan Wedomartani, Kapanewon Ngemplak, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu 10 April 2024.

img_title
VIVA.co.id
10 April 2024