Internet Kian Terjangkau

Maraknya Internet Pinggir Jalan

Layanan internet gratis untuk pengunjung bukan hal baru di dunia usaha kuliner. Jauh sebelum maraknya kafe berfasilitas internet gratis, restoran atau kafe kelas atas banyak yang sudah menyediakannya. Tetapi tentunya, target pasar pengunjung kafe tersebut merupakan kalangan berkantong tebal.

Bagi pengusaha yang kreatif, banyaknya pilihan koneksi internet bertarif flat unlimited merupakan peluang untuk mengembangkan usaha. Contohnya seperti yang dilakukan beberapa pemilik kafe kaki lima seperti Wetiga dan Historia. Mereka memberikan akses internet gratis untuk pengunjung yang datang menikmati hidangan yang disediakan.

Iqbal Prakasa, pendiri dan pemilik Warung Wedang Wi-Fi (Wetiga), di bilangan Kebayoran Lama, Jakarta selatan contohnya. Latar belakang pria yang merupakan seorang web developer menyediakan sarana akses internet gratis bagi pengunjung kafenya adalah untuk memfasilitasi para blogger. 

"Biasanya mereka yang 'nongkrong' di sini suka karena suasananya nyaman, sepi, tidak ada pengamen, tidak bising suara kendaraan, dan menikmati santapan ala angkringan di bawah lampu remang-remang," ujar Iqbal. "Untuk yang internet-an, biasanya mereka melakukan blogging, plurking, chatting, dan mengakses situs jejaring sosial”.

Di kafe-nya, blogger, dan juga pengunjung umum diperkenankan untuk mengakses internet sambil menikmati suguhan panganan seperti sosis solo, ubi, pisang rebus, jaddah atau uli. Hidangan yang umumnya disuguhkan di angkringan Jogja itu relatif terjangkau dibanding hidangan menu internasional yang ditawarkan kafe berfasilitas internet di mall atau pusat perbelanjaan.

Kafe yang memanfaatkan akses internet dari Telkom Speedy itu buka setiap hari mulai jam 5 sore hingga 1 dini hari kecuali Minggu dan hari besar. Sejauh pemantauan VIVAnews, Wetiga acapkali diramaikan oleh komunitas-komunitas internet. Sebut saja komunitas blogger Bunderan Hotel Indonesia (BHI), komunitas forum Kaskus, komunitas Gerombolan Merah, komunitas HSJ bikers, dan beberapa komunitas dunia maya lainnya.
 
Tak hanya itu, Iqbal menambahkan, Wetiga juga terbuka bagi komunitas-komunitas yang ingin mengadakan event. "20 Desember ini, komunitas sastra cyber bungamatahari.org berencana menggelar pembacaan puisi di sini," ucapnya. Sebelumnya, 15 November lalu, di tempat yang sama komunitas blogger BHI juga pernah menggelar event Gerakan 1000 buku yang diramaikan Duta Besar AS, Cameron Hume.

Nasib Jokowi di PDIP, Kaesang Pangarep Tidak Ingin Ikut Campur: Itu Urusan Partai Lain


Untuk angkringan Wetiga, Iqbal juga mengaku tertarik untuk membuka franchise. "Bagi mereka yang ingin membuka Wetiga di wilayah lain, mereka bisa franchise. Tapi saya hanya bekerja sama dengan orang-orang yang 'nyambung'. Nantinya, saya akan bantu meramaikan 'Wetiga' tersebut dengan mendatangkan komunitas-komunitas dan promosi via website," kata Iqbal.
 
Iqbal mengakui bisnis ini akan banyak bermunculan sampai adanya instalasi WiMax di tanah air seperti yang ada di Singapura. “Jika WiMax sudah terinstal, mungkin warung-warung seperti Wetiga akan tinggal warung saja," ucapnya terkekeh. Kafe yang sudah menghabiskan dana sekitar 20 juta itu kini rata-rata memiliki omset hingga 2 juta rupiah per hari, jika ada rombongan komunitas yang berkunjung ke kafe-nya.

Hal serupa dilakukan oleh Bondet Proborini, seorang part time copywriter dan Peter, seorang guru. Mereka membangun kafe Historia di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta untuk sarana bertemu bagi komunitas-komunitas virtual. Kafe ini juga rencananya akan menjadi base camp komunitas Historia yang berasal dari mailing list yang memiliki sekitar 10 ribu anggota.

Dengan kata lain, kafe Historia dapat dimanfaatkan sebagi tempat registrasi untuk trip-trip atau event yang diselenggarakan oleh komunitas, forum diskusi secara berkala, dan agenda-agenda yang tak menutup kemungkinan melibatkan komunitas lainnya. "Kafe atau rumah komunitas ber-Wi-Fi ini dibangun untuk mendukung pekerjaan siapapun yang memiliki bisnis virtual," ujar Bondet.

Berbeda dengan Wetiga, bisnis yang dibangun Kafe Historia bukan mencari profit secara langsung. Orientasi utamanya adalah menambah jumlah pengunjung, membuat nyaman, dan membantu menjual hasil karya atau kreatif orang lain. 

Kafe ini, selain menyediakan akses internet gratis dari operator First Media, juga menjadi rumah baca, menjual makanan ringan yang berasal dari home industry warga setempat, galeri kecil untuk para pelukis yang ingin menjual atau sekedar memamerkan karyanya. 

Dalam waktu dekat, Historia juga akan membuka kelas percakapan Bahasa Inggris tanpa pungutan biaya alias gratis. "Rencananya akan digelar rutin setiap hari Minggu pagi. Segmennya mahasiswa, karyawan, dan ibu-ibu rumah tangga sekitar. Topiknya bebas, mungkin tergantung dengan hot issue terakhir," kata Bondet.

"Tak hanya itu, satu lagi yang menarik, kita juga akan mengadakan workshop membuat keramik. Ahli keramik-nya sudah ada. Nanti waktunya akan diarrange," jelasnya.

Di samping itu, tambah Bondet, dia dan sejumlah rekannya juga mengembangkan bisnis online kecil-kecilan. "Konsepnya mungkin semacam jual-beli online. Jadi, kita menampung barang teman-teman yang ingin dijual via website, sepeti handicraft (barang-barang hasil kerajinan tangan), buku-buku, dan sejenisnya," ucap Bondet yang menyatakan telah menghabiskan dana sekitar 20 juta untuk membangun kafenya.

Head of Market Unit Nokia Indonesia Ozgur Erzincan.

Tugas Nokia Sudah Tuntas

Nokia mengumumkan kalau mereka telah menyelesaikan proyek lima tahun bersama XL Axiata dalam rangka memodernisasi jaringan 5G.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024