Yang Muda yang Mendunia

Oksigen Indonesia

VIVAnews-ILMU seharusnya tak mengenal batas, dan juga asal-usul. Tapi, pada Mei 1794, Antoine Laurent-Lavoisier, tak bisa menolak takdir. Lehernya terbujur telanjang menghadap pisau gilotin. Pada hari naas itu, usianya 51 tahun.

Di Prancis, negeri tempatnya lahir, sedang mengamuk revolusi. Lavoisier, sang ahli kimia itu, terlungkup pasrah. Dia bagian dari kaum aristokrat, musuh kaum revolusioner. Sesaat sebelum pisau itu jatuh, dia meminta hakim memberinya sedikit waktu. Ada utang yang belum selesai: setumpuk percobaan ilmiah. ”Saya bukan bangsawan. Saya ilmuwan”, ujar Lavoisier.

Tapi, hakim dari revolusi yang melahirkan republik di Prancis itu tak mendengar. “Republik tak membutuhkan ilmuwan”, katanya. Gilotin itu lalu meluncur bagai kilat. Kepala Lavoisier menggelinding.  Hari itu, penemu teori dan istilah oksigen tak lagi bernafas.

Prancis baru siuman setelah Lavoisier mati. Lagrange, seorang ahli matematika, bergumam lirih: “Memancung kepala Lavoisier cuma butuh waktu sedetik. Tapi menumbuhkan kepala (secerdas itu) seratus tahun pun mungkin belum cukup”.

Indonesia tak punya gilotin, meskipun usaha kita menuju republik seperti hari ini, mungkin sama kerasnya dengan Prancis. Dan hari ini, “menciptakan kepala yang cerdas” adalah tugas berat di tengah krisis yang menggilas. Sepuluh tahun terakhir, berada dalam transisi demokrasi yang pelik, dan naik turun ekonomi, toh selalu ada harapan tumbuh. Setidaknya, seperti pada tahun ini.

Sekelompok anak muda di ITB, mewakili Indonesia pada kompetisi desain perangkat lunak, yang digelar Microsoft, di Louvre, Prancis.  Di hadapan juri, mereka tampil meyakinkan. Ella Mandanella Dwi Mustika, 22 tahun, bersama empat rekannya dalam “Tim Antarmuka ITB” itu, berhasil menjadi terbaik di kategori Rural Innovation, Juni 2008.

Stefano Chiesa Suryanto, 11 tahun, tergila-gila dengan angka. Dia suka membaca komik, tapi disiplin melahap rumus  matematika setiap hari selama enam jam. Hasilnya, anak kelas enam di SD Theresia Menteng itu meraih gelar juara dunia di Kontes Matematika Dunia 2008, di Hongkong.

Di Bekasi, ada Medina Warda Aulia. Usianya baru sebelas. Anak kelas enam SD Teluk Pucung V, Bekasi Utara, itu terpesona oleh gerak bidak catur. Dia belajar, dan lalu catur tak ubahnya game yang menyenangkan. “Seperti perang-perangan”, katanya. Medina merebut gelar juara dunia catur kategori seusianya, pada Kompetisi Catur Dunia 2008, di Singapura.

Tahun ini bukan hanya milik senam otak. Daud “Cino” Yordan berlatih keras di ring tinju. Setelah melewati jalan panjang, pemuda 21 tahun itu, akhirnya menjadi juara dunia, dan berada di peringkat ketiga WBO untuk kelas bulu. September lalu, anak petani itu juga bertarung di Las Vegas, Amerika Serikat.

Di udara dingin Ceko, Eko Yuli Irawan membuat hati kita hangat. Dia berusia 19 tahun, dan meraih medali emas angkat besi dalam Kejuaraan Dunia Yunior di Ceko. Sebelumnya, Eko meraih perunggu di Olimpiade Beijing yang baru lalu.

Di tengah krisis ekonomi yang menghimpit, cerita anak-anak muda itu seperti oksigen segar, melegakan nafas yang sesak.  Mereka bermain, bekerja, dan juara di pentas dunia.

Mahfud MD Jelaskan Alasan Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran sebagai Presiden-Wapres di KPU
Prabowo-Gibran di Penetapan Presiden-Wapres Terpilih di KPU

Prabowo Berkelakar Singgung Senyuman Berat, Anies: Kan Beliau yang Alami, Kita Biasa Aja

Prabowo dalam pidato di KPU menyinggung Anies dan Cak Imin karena melemparkan senyuman yang berat lantaran pernah mengalami kondisi yang sama.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024