Suap Komisi Yudisial

Irawady Ajukan Novum Sengketa Tanah

VIVAnews - Terpidana kasus suap, Irawady Joenoes, segera mengajukan Peninjauan Kembali. Putusan pengadilan arbitrase mengenai tanah Komisi Yudisial yang sudah bermasalah sejak sebelum dibeli komisi.

"Kita masih mengumpulkan bukti baru untuk mengajukan PK," kata pengacara Irawady, Suhardi Somomoeljono, saat dihubungi VIVAnews, Senin 12 Januari 2009.

Mahkamah Agung pada 14 November menolak permohonan kasasi dari Irawady. Koordinator bidang pengawasan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim Komisi Yudisial tetap harus menjalani delapan tahun hukuman penjara. Irawady terbukti bersalah menerima suap Rp 600 juta dan US S 30 ribu terkait pengadaan tanah untuk Gedung Komisi Yudisial di Kramat Raya. Uang itu berasal dari Direktur Utama PT Persada Sembada, Freddy Santoso.

Suhardi menjelaskan, sebelum tanah yang berlokasi di Jalan Kramat Raya no 57, Jakarta, dibeli Komisi Yudisial (KY), tanah tersebut sudah dijuat Freddy ke perusahaan minyak Malaysia, Petronas. Menurut Suhardi, pengadilan arbitrase telah memenangkan Petronas sebagai pemilik tanah seluas 5.720 meter persegi itu. "Tapi saya baru menerima informasi itu dari pengacara di Malaysia," jelas Suhardi.

Meski demikian, lanjut Suhardi, pihaknya masih memikirkan untung rugi mengajukan bukti dari pengadilan sebagai bahan peninjauan kembali. "Kami mempertimbangkan apakah itu bisa dijadikan novum atau tidak," ujarnya.

Mengenai status tanah, Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial Muzzayin Mahbub, mengaku tidak tahu kalau tanah yang dibeli dari Freddy dengan harga Rp 46,99 miliar telah dibeli Petronas sebelumnya. "Kalau ada perjanjian sebelumnya, itu urusan mereka (Freddy dan Petronas)," ujarnya.

Menurutnya, komisi sudah mendengar adanya putusan pengadilan arbitrase tersebut. Putusan dibacakan sebelum lebaran 2008. Namun, Muzzayin menegaskan, tanah tersebut tetap milik Komisi Yudisial. "Tanah itu sudah atas nama Komisi Yudisial," tegasnya.

Media Asing Soroti Suporter Indonesia di Qatar, Sebut Jadi 'Mini Jakarta'
Ilustrasi harga tiket pesawat pendorong inflasi.

DPR Tolak Iuran Pariwisata Dibebankan ke Industri Penerbangan, Tiket Pesawat Bisa Makin Mahal

Anggota Komisi VI DPR RI yang juga Wakil Ketua Umum Indonesia Congress and Convention Association (INCCA) Evita Nursanty menolak rencana pemungutan iuran dana pariwisata.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024