Muhammad Qodari

Incumbent, Oposisi, dan Golkar

VIVAnews - Peta pemilih di pemilihan umum tahun ini bakal terbelah menjadi dua kekuatan utama. Yaitu, mereka yang sudah cukup puas pada kebijakan pemerintah yang ada sekarang, dengan mereka yang sama sekali kecewa dengan pemimpin sekarang karena tidak mendapat keuntungan atas kebijakan yang dibuat.

Pemilih model pertama diprediksi bakal mengerucut pada partai pengusung tokoh pemimpin yang tengah berkuasa sekarang: Partai Demokrat. Alasannya, tentu saja mereka lebih percaya partai yang sudah jelas identitasnya. Ini mereka pilih ketimbang memilih partai baru, partai yang masih mencoba-coba kebijakan baru, sehingga  tidak ada jaminan sukses.

Sedangkan bagi publik yang selama kepemimpinan sekarang kecewa, mereka bakal masuk ke partai oposisi pemerintah. Mereka sudah hilang kepercayaan terhadap visi kepemimpinan incumbent. Maka partai oposisi menjadi pilihan alternatif.

Itu sebabnya,  ada kemungkinan di pemilihan nanti muncul dua kekuatan besar. Mereka adalah partai pendukung incumbent melawan partai oposisi. Peluang keduanya  sama-sama terbuka untuk menjadi partai mayoritas.

                                              

Sejauh ini, partai yang mempunyai infrastruktur bagus adalah Partai Golongan Karya. Tidak ada yang meragukan soal itu. Puluhan tahun mereka menjadi jawara di pemilihan umum. Partai beringin ini tahan uji. Itu dibuktikan di pemilihan 1999.

Ketika terjadi perubahan sistem politik yang radikal dan reformatif, partai ini menjadi bulan-bulanan. Mereka menjadi sasaran utama caci-maki sebagai partai pendukung Orde Baru. Namun Golkar melewati semua halangan itu dengan baik. Buktinya, mereka tetap menjadi salah satu fraksi partai besar di kursi parlemen.

Walau Partai Golongan Karya dipenuhi sumber daya manusia berpengalaman, di masa reformasi sekarang, hal  itu tidak menjadi jaminan mereka bakal menang  secara mulus. Sebab, semuanya amat ditentukan minat pemilih.

Untuk meraih kemenangan, faktor pendukung bukan ditopang infrastruktur partai yang kuat saja. Ada persoalan lebih penting di luar itu semua. Faktor penting itu, pertama secara struktur politik, posisi Partai Golkar berada di bawah bayang-bayang Partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono.

Kedua, kesukaan pada tokoh. Ini menjadi faktor yang sangat penting. Survei Indo Barometer mengatakan publik menyukai Yudhoyono. Tidak satu pun tokoh Partai Golkar dapat mengalahkan popularitas Yudhoyono. Celakanya lagi, konstituen Partai Golkar hampir sama dengan konstituen Partai Demokrat sehingga tidak ada hambatan psikologi bagi pendukung beringin pindah ke Demokrat.

Faktor ketiga, yang tidak kalah penting, adalah Golkar bukan partai ideologis. Sebaliknya, Golkar lahir sebagai antitesis partai-partai ideologi. Golongan ini tampil dengan paradigma pembangunan. Itu sebabnya, publik memilih partai ini karena melihat dari sisi pembangunan. Bila dirasa tidak ada pembangunan yang signifikan, maka bakal ditinggalkan.

Keempat, faktor kebiasaan. Sebagian masyarakat Indonesia selama ini memilih partai karena kebiasaan. Puluhan tahun Golkar menang karena faktor ikatan memori itu. Tetapi, perlu diketahui bahwa terjadi pertumbuhan pemilih baru setiap tahun. Menurut catatan Indo Barometer, tiap tahun selalu ada 15-20 persen pemilih baru.

Karena pemilih baru, mereka tidak lagi memiliki ikatan memori dengan masa lalu. Sehingga kelompok itu tidak lagi dapat diharapkan memilih Golkar. Sementara, pemilih lama yang mempunyai nostalgia dengan Golkar, sudah banyak yang meninggal dunia.

Itu sebabnya, bila fenomena ini tidak diantisipasi, sulit bagi Golkar, pada pemilihan tahun ini, mampu mengulang sukses pada pemilihan-pemilihan sebelumnya. Sebaliknya, partai Demokrat yang notabene baru dua kali ikut  pemilihan umum, bakal menyapu bersih Golkar.

Disarikan dari wawancara  Muhammad Qodari, Direktur Eksekutif Indo Barometer.

Kemenhub Pastikan Mudik 2024 Lancar, Intip Daerah Tujuan Terbanyak hingga Angkutan Terfavorit
Ilustrasi perkelahian dan pengeroyokan.

4 Pria Terkapar Babak Belur di Depan Polres Jakpus, 14 Anggota TNI Diperiksa

Para anggota TNI itu diduga tak terima Prada Lukman dikeroyok preman di Pasar Cikini, Rabu, 27 Maret 2024. Prada Lukman membela ayah rekannya yang dipalak kawanan preman.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024