Dugaan Pungutan Liar di KJRI Malaysia

Uang Dipakai Main Golf dan Jamu Anggota DPR

VIVAnews - Selisih pungutan biaya kepengurusan dokumen keimigrasian di Konsulat Jenderal RI di Kota Kinabalu, Malaysia digunakan untuk pengeluaran yang tidak dianggarkan. Salah satunya untuk menjamu anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

"Sebagian besar digunakan untuk menjamu tamu," kata pemeriksa dari Inspektorat Jenderal Departemen Luar Negeri, Jonas Lumban Tobing, ketika bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu 14 Januari 2009.

Jonas mengungkapkan, tamu yang dijamu antara lain anggota Dewan yang melakukan kunjungan kerja. "Ada juga membiayai golf, acara HUT RI dan lainnya," kata dia.

Jonas menyampaikan hal ini saat bersaksi untuk empat terdakwa kasus dugaan pungutan liar di Konsulat Jenderal RI di Kinabalu. Empat terdakwa itu mantan Konsul Jenderal RI Kinabalu Muchamad Sukarna, mantan Kepala Bidang Konekponsosbud KJRI Kinabalu Mas Tata Machron, mantan Kasubid Imigrasi KJRI Kinabalu berkedudukan di Kuching Irsyafli Rasoel, dan mantan Kasubid Imigrasi KJRI kInabalu berkedudukan di Tawau Makdum Tahir.
 
Adapun saksi lainnya, juga pemeriksa Irjen Hindaryudho mengatakan uang selisih itu digunakan untuk koperasi simpan pinjam pegawai Konsulat. Tidak hanya itu uang tersebut pun digunakan untuk insentif bagi staf lokal konsulat. "Itu insentif di luar gaji," jelas dia.
 
Untuk kantor perwakilan di Kuching, kata Hindaryudho, empat lokal staf mendapat insentif hingga 1.500 ringgit Malaysia setiap orang per bulannya. Sementara untuk kantor Tawau staf lokal yang mendapat insentif sebanyak dua orang. Adapun untuk kantor konsulat Kinabalu, uang itu dibagi-bagikan ke seluruh pegawai konsulat.

Selain itu, Hindaryudho mengungkapkan, uang juga dipergunakan untuk biaya pemulangan tenaga kerja Indonesia dan pelayanan publik. "Ketika itu anggarannya sedikit," jelasnya.
 
Hal tersebut diatas merupakan hasil temuan pemeriksa Inspektorat Jenderal Departemen Luar Negeri tahun 2005. Pemeriksaan itu dilakukan sebagai tindak lanjut pemeriksaan Irjen pada 2004. Kedua saksi menemukan bahwa pungutan itu terjadi sejak 1999 hingga 2005.

Pungutan dilakukan dengan menerapkan dua tarif dalam pungutan biaya itu. Tarif yang nilainya tinggi dijadikan dasar dalam pungutan biaya kepengurusan dokumen keimigrasian. Sementara nilai rendahnya dijadikan dasar dalam penyetoran ke kas negara sebagai PNBP.
 
Menurut Jonas, selisih pungutan selalu dibukukan oleh bendahara setiap kantor. "Kami menemukan pembukuan itu diseluruh kantor," kata dia. Jonas juga mengatakan pembukuan itu selalu diketahui oleh kepala kepengurusan fungsi keimigrasian. Baik itu atase imigrasi ataupun kepala keuangan setempat.
 
Kasus ini bermula ketika Konsulat Jenderal RI kota Kinabalu mengetahui adanya penerapan dua tarif biaya pengurusan dokumen keimigrasian. Konsulat Jenderal menarik tarif dari pemohon berdasar pada Surat Keputusan Kepala Perwakilan Republik Indonesia untuk Sabah dan Sarawak bernomor SKEP/05/N7/0899 tertanggal 30 Agustus 1999 dengan tarif yang nilainya tinggi.
 
Sementara tarif yang dijadikan dasar penyetoran ke Kas Negara sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak berdasar pada surat keputusan Kepala Perwakilan RI untuk Sabah dan Serawak bernomor SKEP/05/N7/0899 dengan tarif yang nilainya rendah. Surat ini diberlakukan di Kota Kinabalu, KJRI berkedudukan di Kuching dan Tawau.

Pemkot Pontianak Kasih Peringatan ke Seluruh SPBU di Kota Itu, Ada Apa?
Ilustrasi lokasi kejadian.

Kronologi Pengeroyokan 4 Pria di Depan Polres Jakpus yang Dipicu Pemukulan Terhadap Anggota TNI

Anggota TNI Prada Lukman dikeroyok sejumlah orang di Pasar Cikini, Rabu kemarin. Rekan Prada Lukman diduga membalas aksi itu dengan cari komplotan pelaku.

img_title
VIVA.co.id
28 Maret 2024