Pemilihan Ketua Mahkamah Agung

Tiga Calon Kuat Ketua Mahkamah Agung

VIVAnews - Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis tiga nama hakim agung senior yang akan menjadi calon kuat untuk menjadi Ketua Mahkamah Agung. Mereka adalah Wakil Ketua MA Harifin Tumpa, Ketua Muda bidang Pengawasan Djoko Sarwoko, dan Ketua Muda bidang Tata Usaha Negara MA, Paulus Effendi Lotulung.

Berikut profil para calon kuat tersebut:

Harifin Tumpa

Lahir di Sopeng, Sulawesi Selatan pada 23 Februari 1942. Harifin memulai karirnya sebagai hakim Pengadilan Negeri (PN) Takalar tahun 1969, lalu menjadi Ketua pengadilan negeri di beberapa daerah selama 1972-1989.

Pernah menjadi hakim PN Jakarta Barat tahun 1989, Ketua PN Mataram tahun 1994 dan Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Makassar tahun 1997. Kemudian menjabat Direktur Perdata tahun 1997-2000, menjadi Wakil PT Palembang selama 2001. Pada 2002-2004 menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Palu.

Karirnya menanjak menjadi hakim agung pada 14 September 2004.  Sejak 27 November 2007, Harifin menjadi Wakil Ketua MA bidang Non Yudisial merangkap Pelaksana Tugas Ketua MA.

Data kekayaan berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara  atau LHKPN ke Komisi Pemberantasan Korupsi per-1 Maret 2006 adalah sebesar Rp 1,456 miliar.

Harifin menempuh pendidikan Sekolah Hakim dan Djaksa di Makassar pada 1959-1963 yang dilanjutkan dengan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, dan lulus pada 1972.

Ia juga berhasil menyelesaikan studinya di Post Graduate Universitas Leiden, Belanda, pada  1987, dan Magister Hukum di Universitas Krisnadwipayana Jakarta tahun 1998-2000.

Harifin menikah dengan Herwati Sikki dan dikaruniai tiga orang anak yaitu A. Hartati, AJ. Cakrawala, dan Rizki Ichsanudin.
 
ICW mencatat, Harifin Tumpa merupakan salah satu hakim yang menggugat kewenangan pengawasan hakim agung oleh Komisi Yudisial ke Mahkamah Konstitusi pada 2006. Permohonan ini akhirnya dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi dan berujung pada revisi UU KY yang tidak juga rampung hingga kini.

Djoko Sarwoko

Djoko lahir di Boyolali, Jawa Tengah pada 21 Desember 1942. Karirnya sebagai hakim dimulai sebagai calon hakim di PN Jakarta Utara pada 1973. Selanjutnya, ia menjadi hakim di sejumlah PN  dan pengadilan tinggi, di antaranya PN Tanjung Pinang, PN Batam, PN Surabaya, Ketua PN Bogor, PT Sumatera Utara.

Pada 1997 - 2000, dia menjabat sebagai Direktur Pidana MA. Kemudian menjadi Wakil Ketua PT Tanjung Karang sejak 2000-2004.

Ia kembali menjadi hakim agung pada 14 September 2004. Saat ini, Djoko adalah Ketua Muda Bidang Pengawasan merangkap Ketua Muda Bidang Pidana. Di kalangan media massa, Djoko juga dikenal sebagai juru bicara MA.

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaaan Penyelenggara Negara ke Komisi Pemberantasan Korupsi per - 1 Mei 2007, Djoko memiliki kekayaan Rp 1,311 miliar dan US$ 3500.
 
Di segi pendidikan, Djoko meraih gelar sarjana hukum pada 1970 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Ia menyelesaikan pendidikan magister hukum di Universitas Krisna Dwipayana Jakarta pada 2000.
 
Djoko juga tercatat sebagai salah satu dari 31 hakim agung yang menjadi pemohon uji materiil Undang-Undang Komisi Yudisial ke Mahkamah Konstitusi. Para hakim agung itu menggugat pasal pengawasan. 

Paulus Effendie Lotulung

Paulus memulai karirnya sebagai hakim di PN Gresik, lalu ke PN Ngawi dan menjadi Kepala Biro Umum di PT Surabaya tahun 1973.

Data kekayaan berdasarkan laporannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi per-31 Maret 2001 tercatat sebesar Rp 535 juta dan USD 38.

Paulus yang lahir di Boyolali, Jawa Tengah 9 Maret 1943 itu menyelesaikan studinya di Sekolah Hakim dan Jaksa Negara di Malang pada 1963. Ia melanjutkan kuliah ke Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya dan lulus pada tahun 1971.

Pada 1976, Paulus mendapat beasiswa ke Paris untuk kuliah di Institute Internatuonal d'administration Publique, yang dilanjutkan ke Universite Sorbone (Paris) sampai pada tahun 1980 untuk program S2 dan dilanjutkan lagi sampai 1982 untuk program S3.

Setelah pulang dari kuliah di Paris, Paulus bertugas menjadi asisten di MA hingga 1984. Kemudian pada 1984 menjadi hakim di PN Jakarta Pusat. Lalu, ia menjadi hakim dan Wakil Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada 1995-1996.

Pada 1998, dia dilantik sebagai hakim agung.  Hanya butuh dua tahun  bagi Paulus untuk menduduki jabatan Ketua Muda Bidang Tata Usaha Negara MA. Saat ini, ia juga menjabat sebagai Ketua Tim Pembaruan MA.

Penampilan Makin Sopan, Nikita Mirzani Ternyata Diawasi Rizky Irmansyah

Selama menjadi hakim agung, Paulus Efendi Lotulung bersama Harifin Tumpa membebaskan kasus korupsi Hak Guna Bangunan Hotel Hilton dengan terdakwa Ali Mazi dan Pontjo Sutowo.

Paulus juga tercatat sebagai salah satu majelis hakim agung yang membebaskan Akbar Tandjung dari korupsi dana non budgeter Badan Urusan Logistik atau Bulog dengan terdakwa Akbar Tanjung.

Sidang Sengketa Pilpres di MK, Bawaslu Sebut Jokowi Bagi-bagi Bansos Tak Langgar Netralitas
Toko Alat Musik

Ekspansi Perusahaan Musik Terkemuka Asia Tenggara Diresmikan di Indonesia

Tujuan dari ekspansi ini adalah untuk meningkatkan pengalaman musik bagi para musisi di Indonesia.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024