Nasib Proyek Pembangunan di Negeri Kita

VIVAnews - Seorang kakak senior pernah berkata begini, “Teman-teman aku di Fakultas Teknik yang kebetulan sekarang jadi kontraktor bilang, seandainya setiap proyek pembangunan fisik di negeri kita ini dikerjakan dengan betul, oleh orang yang punya kompetensi, mengerti ilmunya, atau punya disiplin ilmu yang tepat, kemudian anggaran proyek itu benar-benar utuh, tidak banyak potongan di sana-sini, maka kualitas pembangunan fisik itu akan bagus, dan kami berani menjamin kualitas itu akan mampu bertahan sesuai dengan perencanaan.”

Namanya Masuk Bursa Cagub DKI, Heru Budi: Pak Arifin Satpol PP Juga Berpotensi

"Tapi, kita sebagai pelaksana mau gimana lagi, semua masalah tentang kebiasaan potongan atau meminta jatah fee itu sudah jadi lingkaran setan yang bingung hendak memutusnya darimana.” lanjut kakak seniorku.

Suatu contoh sederhana, semisal proyek infrastruktur jalan atau jembatan, atau gedung, ketika proyek itu dipagukan anggarannya, maka urutan atau rangkaian lingkaran masalahnya akan seperti ini….:

Kubu Ganjar-Mahfud Ingin Suara Prabowo-Gibran Nol, Begini Kata KPU

Ada anggota legislatif yang minta jatah karena merasa meng-gol-kan proyek itu. Ketika di-tender-kan di dinas bersangkutan maka akan ada potongan sekian persen untuk kepala dinas, jika udah sampai di pimpinan proyek, maka akan ada fee sekian persen yang harus diberikan lagi.

Sampai ke tangan kontraktor pelaksana, sisa sekian persen dari dana sesungguhnya. Jadi sebagai pelaksana pekerjaan tentunya kontraktor pun tak mau rugi, maka dengan berbagai trik akan dilakukan agar proyek secara fisik terlaksana, tapi mereka juga dapat untung.

BI Pastikan Masyarakat di Lebaran 2024 Dapat Uang Baru

Maka yang bakal dikurangi, tentunya komposisi bahan-bahan dan sebagainya. Misalkan jika membangun gedung, maka semen dan pasir akan sedikit banyak dikurangi, kayu yang seharusnya kualitas kelas A, maka akan diganti dengan kualitas kelas C, dan begitulah.

Begitu pun dengan pembangunan jalan, aspal yang seharusnya ketebalannya sekian sentimeter maka akan dikurangi, kualitas pasir dan aspalnya pasti turun, komposisi pengerasannya akan tidak sesuai.

Di daerah saya, ada satu jembatan yang rangka penyangganya baja, memang untuk badan jembatannya bukan beton tapi kayu, anehnya kayu yang dipakai bukan kayu keras seperti kayu ulin (kayu besi), tapi kayu yang tak jelas kelas kualitasnya, sehingga sekarang ini…belum sampai dua tahun maka kayu yang menjadi badan jembatan itu sudah pecah-pecah dan lapuk, sehingga tak akan mampu lagi menahan beban muatan kendaraan-kendaraan yang melintas di atasnya.

Kemudian ada pembangunan dermaga yang tiang-tiang penyangganya menggunakan besi bekas, ada gedung sekolah yang kayu untuk rangka atas bagian atapnya mesti direndam dulu sekian hari agar tampak memerah, karena ternyata kayu yang dipakai bukan kayu yang sesuai kelasnya, jadi harus direndam dulu agar warnanya dapat mengibuli.

Itu baru soal potongan dana proyek yang berakibat pada menurunnya kualitas proyek pembangunan itu. Belum lagi pada persoalan kapasitas dan kompetensi pelaksana proyek.

Di Indonesia termasuk di daerah saya, terkadang yang dapat proyek-proyek seperti itu, bukan orang yang memiliki kompetensi, bukan orang yang mengerti ilmu atau memiliki disiplin ilmu yang sesuai seperti yang dikeluhkan oleh teman-teman senior saya itu.

Terkadang yang dapat proyek adalah orang-orang yang betul-betul minim kompetensi di bidang konstruksi, tidak memiliki disiplin teknik, malah kebanyakan yang menjadi pelaksana proyek adalah para kolega dari elit struktur yang berkuasa, atau parahnya justru para preman proyek. Inilah keanehan khas Indonesia…!

Jadi wajar saja hampir semua proyek pembangunan fisik terutama yang terkait dengan infrastruktur dasar di Indonesia bermasalah. Jalan dibangun belum beberapa tahun sudah rusak, jembatan dibangun belum beberapa tahun sudah keropos, gedung dibangun,seperti gedung pemerintahan termasuk gedung sekolah, belum beberapa tahun sudah roboh.

Dan ini kenyataan yang selalu kita lihat setiap hari! Saya pernah ke Tebedu Sarawak, teman saya berkata bahwa jalan di sana dibangun lebar 12 meter dan standarnya bertahan 25 tahun.

Ketika saya sampai di sana, ternyata betul sekali, ketebalan aspalnya bagus, kerasnya kelas hotmix seperti jalan tol mungkin. Kalau jalan kita, tidak ada standar bertahan berapa lama! Inilah nasib proyek pembangunan di negeri Kita!

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya