Cermin Buruk Perlindungan Korban Kekerasan
VIVAnews - Kasus Devi, korban perkosaan yang meregang nyawa di pos ronda, menyentak dunia kejahatan tanah air. Kasus itu membuktikan betapa buruknya perlindungan terhadap korban kekerasan khususnya perempuan.
"Pemerintah harus bertanggung jawab," kata Renita Fifi, aktivis Koalisi Perempuan Indonesia kepada VIVAnews, Rabu 25 Februari 2009.
Kisah bermula sepekan lalu, Senin 26 Februari 2009. Wanita berusia 20-an tahun, itu ditemukan warga Gang Delima 1, Pamulang Timur, Kabupaten Tangerang, dalam kondisi mengenaskan. Ia diduga menjadi korban pemerkosaan.
Selama sepekan ia hanya dirawat warga di pos ronda setempat lantaran polisi tak menggubris laporan warga. Setelah media memberitakannya, barulah polisi datang dan membawanya ke RS Bhakti Husada Tangerang pada Sabtu 21 Februari.
Ia dirawat di sana sebelum dirujuk ke RSU Tangerang pada Senin 23 Februari sekitar pukul 04.00. Tiga jam kemudian, Devi meninggal. "Cerita ini juga membuktikan buruknya sosialisasi layanan kesehatan terhadap korban kekerasan," ujarnya.
Fifi mengatakan, warga seharusnya merujuk Devi ke pusat layanan terpadu milik pemerintah. Sebab, rumah sakit pemerintah dijadikan wadah untuk pelayanan medis dan psikologis terhadap korban kekerasan. "Ini aturannya ada, tapi ya percuma kalau masyarakat tak tahu," ujarnya.
Fifi berharap kasus ini bisa menjadi cambuk untuk pemerintah agar meningkatkan perhatian kepada masalah perlindungan masyarakat melalui realisasi anggaran yang memadai. Peraturan hukum tak ada gunanya jika masyarakat dan aparat tak memahaminya. "Konkrit saja, perlu dana untuk sosialisasi sebagai preventif dan pembangunan layanan terpadu," kata dia.