Aliran Dana BI

Oey dan Rusli Dituntut Enam Tahun

VIVAnews - Mantan Direktur Hukum Bank Indonesia Oey Hoey Tiong dan Kepala Biro Bank Indonesia Surabaya Rusli Simanjuntak dituntut enam tahun penjara. Jaksa juga menuntut terdakwa membayar denda Rp 250 juta.
 
Jaksa Penuntut Umum menilai Oey dan Rusli bersalah telah memperkaya diri sendiri atau orang lain. "Kedua terdakwa telah melakukan perbuatan di luar dari tugas," kata jaksa Agus Salim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin, 27 Oktober 2008.
 
Terkait uang pengganti, Jaksa Handarbeni Sayekti menilai Oey tidak terbukti turut menikmati uang itu. "Terdakwa satu tidak dibebankan biaya uang pengganti," kata dia.

Motor Baru Jangan Sampai Kehabisan Bensin, Risikonya Besar

Namun Jaksa menilai Rusli berbeda. Dalam hal uang pengganti, menurut Jaksa, Rusli telah menerima Rp 3 miliar dari Anthony Zeidra Abidin. "Uang itu dikembalikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi karena terdakwa belum sempat menggunakannya," jelas Handarbeni.
 
Hal yang memberatkan, menurut Jaksa, terdakwa telah mencederai citra Bank Indonesia. "Menghilangkan kepercayaan masyarakat," kata dia.
 
Mulanya, Oey menerima permintaan bantuan hukum dari para mantan pejabat BI. Mengetahui tidak ada ketersediaan dana, Oey lalu mengajukan permohonan itu kepada Aulia Pohan. Menurut keputusan Rapat Dewan Gubernur no 4/13/PDG/2002 anggaran perlindungan hukum harus dari anggaran internal. Tapi, "Oey ingin memberi bantuan dengan mudah tanpa melalui mekanisme tambahan anggaran," kata Agus.
 
Sementara itu Rusli, kata Jaksa, menyatakan adanya kebutuhan dana dari anggota dewan guna penyelesaian politis masalah kebijakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan amandemen Undang-undang Bank Indonesia. "Adanya kebutuhan dana itu muncul usai rapat dengar pendapat BI dan DPR," kata Agus.
 
Fakta persidangan membuktikan Rusli mengadakan beberapa kali pertemuan dengan Amru Almuhtasin, Daniel Panjaitan, Anthony Zeidra Abidin, dan Hamka Yandhu di beberapa hotel. Permintaan dana itu berupa Rp 15 miliar untuk penyelesaian BLBI dan Rp 25 miliar untuk amandemen Bank Indonesia.
 
Menyadari, BI tidak memiliki alokasi dana untuk anggota DPR RI. Rusli, kata dia, menyampaikan hal ini kepada Deputi Gubernur Aulia Pohan. "Aulia minta agar Rusli tetap berkoordinasi dengan DPR," kata dia.
 
Atas saran Deputi Gubernur Bun Bunan Hutapea, kebutuhan anggaran itu diambil dari dana Yayasan Lembaga Pengembangan Perbankkan Indonesia. "Ada uang BI senilai Rp 200 miliar," kata Jaksa meniru ucapan Bun Bunan. Jika diambil Rp 100 miliar, "Tidak akan menjadi masalah," kata dia dalam rapat gubernur tanggal 3 Juni 2003.
 
Rapat Gubernur kemudian meminta YPPI untuk menyisihkan uang Tersebut. 25 Juni 2003, Aulia Pohan mengadakan pertemuan dengan Oey Hoey Tiong, Rusli Simanjuntak dan Maman Soemantri guna membahas mekanisme pencairan dana itu. "Oey dan Rusli diminta membuat laporan rincian penggunaan yang dilaporkan terlebih dahulu kepada Aulia sebelum dicairkan," ujar Agus dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Moefri.
 
Atas persetujuan Aulia Pohan dan Maman Soemantri uang senilai Rp 100 miliar itu keluar. Lalu, Oey, Rusli dan Asnar Ashari mencairkan uang tersebut. Oey, kata Jaksa, kemudian menyerahkan uang itu untuk kepada para pemohon bantuan hukum.
 
Permintaan dana itu diberikan kepada Soedrajad Djiwandono sebesar Rp 25 miliar. Lalu Paul Sutopo senilai Rp 10 miliar, Hendro Budianto Rp 10 miliar, Heru Supraptomo sejumlah Rp 10 miliar, dan Iwan R Prawiranata sebesar Rp 13,5 miliar.
 
Adapun Rusli, kata Agus, menyerahkan dana itu kepada Anthony Zeidra Abidin dan Hamka Yandhu. "Penyerahan dilakukan dalam lima tahap," kata dia. Dana yang diberikan sebanyak Rp 31,5 miliar.
 
Menurut Jaksa, penggunaan uang itu tidak sesuai dengan tujuan yayasan. Dana itu digunakan untuk investasi, pembelian rumah dan biaya pemeriksaan hukum. "Seharusnya digunakan untuk penggunaan dana itu untuk biaya riset," jelas Jaksa Chusniah.
 
Selain menyalahi mekanisme pengeluaran dana, kedua terdakwa kata Jaksa Agus, dana itu dikeluarkan tanpa dipertanggunggjawabkan. "Pengeluaran tidak dicatat dalam pembukuan YPPI dan BI," jelas dia. Akibatnya, tambah Agus, adanya penghapusan uang sebesar Rp 100 miliar dari keuangan YPPI.
 
Menurut Chusniah, pengeluaran tanpa dicatat itu telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 100 miliar. Baik kedua terdakwa bersama-sama Burhanuddin Abdullah selaku Gubernur BI dan Deputi Gubernur Aulia Pohan, Aslim Tadjuddin dan Bun Bunan Hutapea ikut bertanggujawab atas kerugian negara tersebut. "Ada kerja sama yang kuat untuk mewujudkan perbuatan tindak pidana," kata dia.

Pertemuan Prabowo Subianto dengan Muhaimin Iskandar Usai Pemilu 2024

Sinyal PKB Merapat ke Prabowo, Presiden PKS: Kita Hormati Keputusan Pak Muhaimin

Muhaimin Merapat ke Prabowo, Presiden PKS: Kita Hormati Keputusan Pak Muhaimin

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024