Sultan Alpa Hitung Kekuatan

VIVAnews - Selasa Wage, 28 Oktober 2008, ribuan orang memadati Alun-alun Utara Yogyakarta. Hari ini, akan ada pengumuman penting dari penguasa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X. Spanduk-spanduk dan poster-poster mendukung Sultan semarak memenuhi lapangan. Akhirnya yang ditunggu naik ke atas panggung. Sultan mengenakan kemeja batik bermotif parang. Pria berkacamata itu mengangkat kedua tangannya ke atas menenangkan gemuruh massa.Senyap.

"Untuk memenuhi panggilan Ibu Pertiwi dengan ini saya menyatakan, saya siap maju menjadi Presiden 2009," kata Sultan dalam bahasa Indonesia. Tepuk tangan sontak membahana. "Hidup Sultan!" teriak massa serentak secara berulang-ulang. Hari itu, resmilah pewaris takhta Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat itu menyatakan siap mencalonkan diri.

Dan hari itu, Sultan mengakhiri pidatonya dengan menunjuk spanduk yang terbentang di pinggir Alun-alun. "Lihatlah slogan di sebelah timur bertuliskan apa bisa tahan? Itu artinya kita harus bersatu sebagai bangsa," kata suami dari Gusti Kanjeng Ratu Hemas itu.

Pernyataan Sultan bersedia menjadi calon presiden bukan tanpa kritik. Dewan Pimpinan Daerah Partai Golongan Karya melalui Ketuanya Gandung Pardiman menyatakan Sultan telah melangkahi Golkar, partai yang membesarkannya. Sultan tak pernah mengajak Partai Golkar Yogya bicara mengenai pencalonan diri sebagai presiden, tapi malah sudah dicalonkan lebih dulu oleh Partai Republika Nusantara. Memang, seminggu sebelum acara bertajuk Pisowanan Agung di Alun-alun Utara tadi, 33 Dewan Pimpinan Daerah Partai Republika Nusantara meminang Sultan untuk dijadikan calon presiden.

Kritik lain, Sultan dikatakan telah terjebak dalam permainan politik yang bisa mengandaskannya dari pentas politik nasional. Upaya Sultan menuju pentas nasional juga dihadang Undang-undang Pemilihan Presiden yang baru disahkan akhir Oktober 2008 lalu, yang mengatur syarat pencalonan presiden minimal 20 persen kursi atau 25 persen suara Pemilu. Sultan terjebak karena Partai Golkar, salah satu partai yang berpotensi meraup 20 persen kursi di Senayan, sangat tipis kemungkinan menjadikannya calon presiden. Tak mungkin Golkar berpindah hati dari Ketua Umum Golkar yang sekarang adalah Wakil Presiden Indonesia. "Tidak gampang mendorong Sultan sebagai calon dari Golkar karena Jusuf Kalla yang sekarang berkuasa," kata pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito.

Fragmentasi di tubuh Golkar sekarang tak cukup memadai bagi Sultan untuk bisa masuk mendominasi. Ada irisan-irisan yang mendukung Sultan, namun kekuatannya kecil dan terpotong di tingkat elit. Popularitas di masyarakat pun tak akan cukup untuk membuat Golkar berpaling pada Sultan, yang terbukti dalam berbagai survei dalam berbagai kurun waktu, selalu lebih populer daripada Jusuf Kalla. Namun popularitas Sultan masih jauh di bawah Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri.

Jika Golkar tidak mungkin mencalonkan Sultan, "Pertanyaannya sekarang, Sultan punya alat politik apa untuk bisa mencalonkan diri? Jangan-jangan Sultan tidak menghitung constrain," kata Jito, panggilan akrab staf pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM itu. Namun Jito melihat Sultan tak dijebak, karena akan terlalu menyederhanakan persoalan. "Sultan hanya tidak menghitung formulasi suara untuk bisa mencalonkan diri sebagai presiden. Saya lihat gejalanya, ketika Sutiyoso dan Wiranto ingin mengajukan judicial review UU Pemilihan Presiden, Sultan tidak," kata Jito.

Penghimpunan partai-partai pecahan Golkar dan partai-partai kecil lainnya untuk mencalonkan Sultan juga dirasa Jito tak akan sukses. Partai pecahan Golkar seperti Partai Hati Nurani Rakyat dan Partai Gerakan Indonesia Raya telah memiliki jagonya sendiri. Hanura tentu lebih memilih Ketua Umumnya, Wiranto, yang popularitasnya bersaing dengan Sultan. Gerindra jelas sudah bulat mendukung Ketua Dewan Pembinanya, Prabowo Subianto, yang popularitasnya melejit belakangan ini. Sementara menghimpun partai-partai lain seperti Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Kebangkitan Bangsa, juga dipastikan sulit. Kedua partai terakhir ini memiliki hubungan yang sangat baik dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berkuasa sekarang. "PKB akan sangat susah didekati, karena Muhaimin Iskandar (Ketua Umum PKB) sangat berterima kasih pada Yudhoyono yang telah mendukungnya," jelas Jito.

Sementara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan telah bulat mencalonkan Megawati. Partai Demokrat pun kembali akan mencalonkan Yudhoyono mengingat popularitasnya yang sangat besar, sehingga meski suara Demokrat kecil, akan memudahkannya mencari koalisi partai. "Sementara Partai Keadilan Sejahtera, kalau saya lihat, hanya akan mengejar target parlemen. Mereka belum akan mencalonkan presiden," analisis Jito.

Artinya, menurut Jito, Sultan harus pintar mengais suara partai-partai kecil untuk dicukupkan mencapai 20 persen kursi parlemen. Namun itupun dipastikan Jito, sangat sulit. Sultan dan timnya harus bekerja ekstra-keras.

Truk Kontainer Bermuatan Kayu Terguling di Jalur Gentong Tasikmalaya
Presiden ASEAN Trade Union Council (ATUC) sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea

42 Pimpinan Buruh Asia Pasifik Kumpul di Jakarta, Ini yang Dibahas

42 delegasi pimpinan buruh Asia Pasifik yang tergabung dalam International Trade Union Confederation Asia Pasific (ITUC-AP) melakukan pertemuan di Jakarta.

img_title
VIVA.co.id
18 April 2024