Eksekusi Amrozi cs

Menuju Mati

VIVAnews - JUMAT, 31 Oktober 2008, di blok khusus dengan pengamanan superketat di Penjara Batu, Nusakambangan. Jarum jam menunjuk pukul 02.30 WIB.

Todung Mulya Lubis Ungkap Alasan Sri Mulyani Hingga Risma Dihadiri di Sidang MK

Penghuni lima sel di situ sudah larut dalam tidur. Di sel nomor 5, ada Dani, warga negara Malaysia yang meledakkan Atrium Senen, dan Abdul Jabar, pengebom Kedutaan Besar Filipina tahun 2000. Di sebelah, di sel nomor 4, membujur terpidana mati Gunawan Santosa, otak pembunuhan Direktur PT Asaba Boedy Angsono, yang kabarnya kini memeluk agama Islam. Di tiga sel yang tersisa—bernomor 1, 2, dan 3—dikurung tiga teroris berdarah dingin: Imam Samudra, Ali Ghufron alias Mukhlas, dan Amrozi.

Enam tahun lampau, 12 Oktober 2002, “Trio Macan”--begitu mereka dijuluki-- dengan keji meledakkan bom di tengah keramaian Bali, merenggut nyawa 202 orang tak berdosa, dan melukai 305 lainnya—termasuk sejumlah warga Indonesia dan umat Muslim.

Respon Han So Hee Soal Reaksi Hyeri: Memang Lucu Pacaran Setelah Putus?

Petualangan mereka berakhir di hadapan regu tembak Minggu dini hari, 8 November 2008. "Ketiga terpidana telah dieksekusi pukul 00.15 WIB," kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung, Jasman Panjaitan, dalam jumpa pers yang digelar di kantor Kejaksaan Agung, dua jam setelahnya. "Setelah itu diotopsi dan mereka dinyatakan telah meninggal."

* * *

Pesan Widodo Untuk Pemain Arema FC Usai Kalah Dari Rival 

Jumat, 31 Oktober itu. Mendadak lampu mati. Di tengah gulita, sepatu lars berderap-derap. Pintu sel nomor 4 dan 5 berderit dibuka. Belum lagi para tahanan kakap itu melonjak bangun, belasan polisi dan sipir sudah menyesaki sel. Abdul Jabar, yang mengawal tiga teroris itu di penjara berseru, “Baca doa Qunut Nazillah.”

Malam itu, Dani, Abdul Jabar, dan Gunawan, dipindah ke Penjara Permisan dan Pasir Putih. Bisik-bisik menyebar dengan cepat, dari sel ke sel, lalu merembes ke luar tembok penjara: eksekusi para gembong teror ini sudah di ambang mata.

Guncang, Tim Pembela Muslim (TPM) dan keluarga langsung mengajukan surat permohonan pendampingan eksekusi. Puluhan wartawan dari dalam dan luar negeri segera berkerumun di Pelabuhan Wijayapura. Mereka menanti dan menerka-nerka waktu pelaksanaan eksekusi. Sebelumnya, pada tanggal 24 Oktober, Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Jasman Panjaitan hanya mengumumkan eksekusi bakal dilangsungkan “awal November.”

Setelah itu, seperti yang sudah-sudah, polisi mulai mengambil langkah-langkah pengecohan. Trio teroris diberi kesempatan keluar dari blok khusus untuk salat Jumat. Polisi dan sipir seperti ingin meniupkan pesan kepada pers: Imam Samudra cs. belum diisolasi dan proses hitung mundur 3 X 24 jam—kurun waktu antara pemberitahuan awal hingga eksekusi dilaksanakan—belum dimulai.

Kisah pemindahan tahanan ini dibenarkan TPM. “Katanya cuma rutin,” ujar Ustadz Hasyim, salah satu anggota TPM dan orang kepercayaan Abu Bakar Ba’asyir.


* * *

Di tengah upaya pengecohan, diam-diam pada Jumat siang jaksa eksekutor memulai prosedur administratif hukuman mati. Kepada tiga terpidana mati itu, jaksa eksekutor dari Bali menyerahkan surat keputusan Mahkamah Agung No. 257/PAN/VII/2008 tertanggal 7 Juli 2008. Isinya: penolakan atas Pengajuan Kembali (PK) Amrozi cs. Jaksa lantas minta mereka menuliskan permohonan terakhir sebelum ditembak mati.

Prosesi eksekusi pun resmi dimulai.

Di hari Sabtu, 1 November, tepat pukul 00.00 WIB, lampu di Penjara Batu mendadak padam. Sedetik kemudian polisi memindahkan ketiganya dari sel mereka semula. Buku-buku yang menumpuk di dalam ikut dikeluarkan.

Saat lampu kembali menyala, komposisi ruang tahanan sudah berubah. Jika sebelumnya dikurung bersebelahan, kini mereka ditempatkan di sel nomor 1, 3, dan 5. Proses menghitung mundur 3 X 24 jam pun dimulai. Senin, 3 November, pukul 24.00 WIB menjadi pembatas nyawa ketiga teroris.

Polisi terus menggelar langkah-langkah pengamanan. Untuk memutus rantai komunikasi para terpidana dengan pihak luar, pada Sabtu dini hari aparat kembali memindahkan tiga tahanan teroris yang lain. Kali ini, yang disingkirkan adalah Subur Sugiarto, Joko Suprianto alias Wahab, dan Abas alias Usman. Mereka dipindah ke Penjara Permisan dan Pasir Putih, lagi-lagi, dengan alasan sekadar pemindahan rutin.

Namun, hingga batas akhir terlampaui, jantung Amrozi cs. masih berdenyut normal. Permohonan pendampingan eksekusi yang diajukan TPM, rupanya membuat Kejaksaan Agung ragu bertindak. Ada kemungkinan, jika eksekutor nekat menarik pelatuk, TPM bisa menuding eksekusi itu sebagai pembunuhan.

Lewat lah momentum itu. Gejala itu dikukuhkan ketika jaksa eksekutor ditarik pada Senin malam, tiga jam sebelum batas waktu eksekusi berakhir. Senin pagi, pintu-pintu sel Amrozi cs. bahkan dibuka. Tak lama, memang. Hanya 15 menit. Hal ini rupanya dilakukan untuk kembali mengecoh perhatian publik. Aparat khawatir informasi dari dalam kembali menyusup ke luar. Apalagi, Senin pagi itu keluarga terpidana bersama TPM datang menjenguk.

Lantas muncul perkembangan menarik. Senin malam, saat keluarga Amrozi cs. tertahan di Dermaga Wijayapura, VIVAnews mendapat sebuah pesan pendek melalui telepon genggam. Isinya begini: “Pesan utk ikhwan@ dari amrz cs bertiga. Salinan surat aslinya di: www.foznawarabbilkakbah.com –jazakumullaj kheir ats msukannya. Doakan kmi skluarga dsini agar istiqomah di atas tauhid, sunnah, dan jihad.”

Begitu dibuka, isi situs itu sungguh “luar biasa.” Terpampang di dalamnya tiga lembar surat berisi tulisan tangan mirip guratan milik Mukhlas dan Imam Samudra. Nyata tertulis, surat itu menyerukan pembunuhan terhadap Presiden Yudhoyono, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Jaksa Agung Hendarman Supandji, dan para petinggi hukum negara yang terkait dengan vonis mati itu. Alih-alih menuai hasil, surat itu malah menegaskan batas akhir nyawa Amrozi cs.

Rabu siang, tiga tiang eksekusi tegak dipancangkan di Bukit Nirbaya, kawasan bersemak di tengah hutan, sekitar tiga kilometer dari Penjara Batu, Nusakambangan. Dua hari kemudian, Jumat, mulai pukul lima sore, aparat mulai mengacak sinyal telepon seluler di wilayah Nusakambangan. Seluruh handphone  milik sipir dan polisi, tanpa terkecuali, disita.

Dan waktu mereka pun tiba sudah. Kala hari baru saja berganti Ahad, tiga teroris itu digiring ke tiang eksekusi. Dari jarak 10 meter, peluru-peluru berdesing, menembus jantung ketiganya...

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya